UKSW  

Silvino Cabral Lolos Ujian Kualifikasi: Menyoal Kemiskinan Petani Kopi Ermera

Salatiga, detakpasifik.com- Suasana ruang G505 Fakultas Interdisiplin Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Kamis siang, 9 Oktober 2025, beraroma kuat intelektual. Di hadapan para dosen penguji dan pembimbing, Silvino A.P. Cabral, mahasiswa program doktoral Studi Pembangunan, berdiri tegak mempertahankan makalah kualifikasinya yang berjudul “Strategi Penghidupan Berkelanjutan Petani Kopi di Distrik Ermera melalui Integrasi Praktik Pertanian Berbasis Agroekologi dan Diversifikasi Ekonomi Lokal”.

Makalah itu tidak hanya memuat angka-angka statistik, tetapi juga denyut kehidupan petani kopi di dataran tinggi Ermera, Timor-Leste, sebuah negeri kecil di tepi selatan Samudera Pasifik yang masih bergulat dengan persoalan kemiskinan dan ketimpangan struktural.

Jejak Kemiskinan di Negeri Kopi

Menurut data Bank Dunia (2025), sekitar 42 persen penduduk Timor-Leste masih hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga (HIES 2014-2015) bahkan mencatat angka 41,8 persen rumah tangga berada dalam kondisi miskin. Disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan kian lebar, dengan kemiskinan multidimensional yang mencapai 70 persen di pedesaan, jauh di atas 29 persen di perkotaan.

READ  Willyan Sahetapy dan Suara Ketahanan Para Mama Papua

Ironisnya, Ermera adalah wilayah penghasil kopi terbesar di negeri itu justru mencatat angka kemiskinan tertinggi, mencapai 75 persen, dengan 90 persen penduduknya menggantungkan hidup pada kopi. Ketergantungan tunggal pada komoditas ini menciptakan kerentanan yang akut, ketika harga kopi jatuh atau iklim berubah, kesejahteraan petani pun ikut terperosok.

Kopi yang Tak Lagi Menyala

Dalam paparannya, Silvino menjelaskan bahwa fluktuasi harga kopi di pasar global telah memberi dampak langsung terhadap ekonomi lokal. Nilai ekspor kopi Timor-Leste sempat menyentuh US$18,32 juta pada 2019, lalu merosot 33 persen pada 2020 akibat pandemi COVID-19. Tahun 2021 ekspor sempat melonjak 125 persen menjadi US$27,61 juta, sebelum kembali turun menjadi US$14,47 juta pada 2023 yang berarti penurunan drastis sebesar 44,56 persen.

“Fenomena ini menegaskan bahwa petani kopi di Ermera menghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan penghidupan mereka, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan,” terang Silvino dalam presentasinya yang tenang namun tegas.

READ  Menjaga Marwah Ekonomi Para Mama Papua di Sorong

Isu yang Ditarik dari Akar Rumput

Penelitian ini menyoroti sejumlah isu kunci antara lain ketergantungan pada komoditas tunggal. Petani di Ermera hanya mengandalkan kopi sebagai sumber penghasilan utama; kerentanan terhadap fluktuasi harga global. Perubahan harga kopi dunia secara langsung mengguncang ekonomi rumah tangga petani. Juga dampak perubahan iklim. Musim tanam tak menentu, serangan hama meningkat, dan produktivitas lahan menurun. Tambahan lagi dimensi sosial dan lingkungan. Ketergantungan ekonomi menular ke ketergantungan sosial, mengancam kohesi komunitas dan keberlanjutan ekosistem.

Silvino menegaskan bahwa diperlukan strategi penghidupan yang berkelanjutan dan berbasis konteks lokal yakni dengan mengintegrasikan praktik agroekologi dan mendorong diversifikasi ekonomi desa. “Hanya dengan memperkuat basis lokal, petani bisa bertahan dari guncangan eksternal dan tetap menanam harapan di tanah mereka sendiri,” ujarnya.

Tajamnya Catatan Akademik

Dalam ujian kualifikasi tersebut, tim pembimbing dan penguji memberikan sejumlah catatan penting. Prof. Dr. Gatot Sasongko selaku promotor memuji arah riset Silvino yang dinilai menyentuh problem nyata masyarakat pedesaan Timor-Leste. Adapun para ko-promotor, Titi Susilowati Prabawa, Ph.D. dan Aldi Herindra Lasso, Ph.D. memberikan masukan substansi masalah dan metodologis agar pendekatan lapangan dan analisis teoretis berjalan berimbang.

READ  Lautan Mahasiswa Baru UKSW Diterima di Salatiga

Sementara Dr. Royke R. Siahainenia, salah satu penguji internal, menyoroti pentingnya dimensi global dalam analisis isu kopi. “Kopi tidak bebas dari konteks internasional dan jejaring neoliberalisme. Peneliti perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam analisis makro yang kabur secara metodologis,” ujarnya sembari mendorong Silvino untuk memfokuskan penelitian pada isu-isu mikro yang berakar pada kehidupan nyata petani Ermera.

Menyalakan Harapan dari Selatan

Ujian kualifikasi itu akhirnya berakhir dengan senyum lega. Silvino A.P. Cabral dinyatakan lulus dan berhak melanjutkan ke tahap selanjutnya sesuai tradisi ilmiah penelitian disertasi. Tepuk tangan hangat memenuhi ruangan, menandai bukan sekadar keberhasilan akademik, melainkan juga lahirnya komitmen intelektual baru dari selatan Pasifik yaitu meneliti bukan untuk memuji teori, tetapi untuk menyalakan kembali harapan di ladang-ladang kopi Ermera. (pr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *