Berita  

Menagih Kepastian Fit and Proper Test Bank NTT: Antara Tata Kelola dan Kepercayaan Publik

Oleh: Wily Mustari Adam, SE.,M.Acc (Dosen FEB Unwira Kupang & Kandidat Doktor Ilmu Akuntansi Sektor Publik Universitas Brawijaya, Malang)

Sejak bulan Mei 2025, perhatian publik Nusa Tenggara Timur (NTT) tertuju pada dinamika internal Bank NTT. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada bulan tersebut telah menetapkan empat calon direksi dan empat calon komisaris baru. Sebagai tindak lanjut, seluruh berkas persyaratan para calon ini sudah diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada 19 Juni 2025, Ketua Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT, yang juga merangkap sebagai Komisaris Independen, menyampaikan bahwa berkas administrasi para calon sudah lengkap sesuai ketentuan. Dengan demikian, proses fit and proper test hanya tinggal menunggu keputusan OJK.

Namun hingga pertengahan September 2025, atau lebih dari tiga bulan sejak kelengkapan dokumen diumumkan, baru ketua komisaris utama, bapak Donny Heatubun, yang telah diumumkan hasil fit and proper test oleh OJK. Sedangkan jajaran direksi dan dewan komisaris lainnya belum juga diputuskan. Padahal, menurut Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Bank, OJK diberi batas waktu paling lama 30 hari kerja untuk menetapkan hasil setelah seluruh dokumen dinyatakan lengkap. Artinya, keputusan seharusnya sudah keluar pada akhir Juli 2025. Keterlambatan ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa proses yang secara regulasi jelas batas waktunya justru berlarut-larut tanpa kepastian?

Ketidakpastian yang Mengganggu Tata Kelola

Pertama-tama, penting untuk dipahami bahwa Bank NTT bukan sekadar lembaga keuangan biasa. Sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank ini memegang peran strategis dalam menopang pembangunan ekonomi di NTT. Bank NTT menyalurkan kredit produktif, konsumtif, mendukung pembiayaan pembangunan daerah, dan menjadi bagian dari instrumen fiskal daerah dalam mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan posisi demikian, kepastian kepemimpinan dalam tubuh direksi dan komisaris bukan hanya urusan internal perusahaan, melainkan juga berkaitan langsung dengan kepentingan publik.

READ  Ret-Ret Pejabat NTT: Investasi ASN atau Pemborosan Anggaran?

Keterlambatan hasil fit and proper test menimbulkan ketidakpastian tata kelola di Bank NTT. Tanpa kepastian susunan direksi dan komisaris, arah kebijakan strategis bank bisa terganggu. Keputusan penting terkait ekspansi bisnis, pengembangan layanan digital, hingga strategi penguatan permodalan berpotensi tertunda. Dalam konteks kompetisi perbankan yang semakin ketat, penundaan semacam ini dapat membuat Bank NTT kehilangan momentum.

Risiko pada Kinerja dan Layanan Publik
Kedua, keterlambatan ini membawa risiko nyata terhadap kinerja operasional bank. Direksi adalah motor penggerak manajemen sehari-hari, sementara komisaris berfungsi sebagai pengawas strategis. Ketidakpastian posisi keduanya bisa mengurangi efektivitas koordinasi dan pengambilan keputusan.

Dalam situasi demikian, ada kemungkinan muncul keragu-raguan manajemen dalam mengambil langkah besar, misalnya terkait ekspansi kredit untuk sektor produktif, investasi di bidang teknologi informasi, atau pengembangan jaringan pelayanan ke masyarakat. Bagi nasabah dan masyarakat luas, ini dapat berimplikasi pada menurunnya kualitas layanan. Padahal, kepercayaan masyarakat adalah modal utama bagi sebuah bank, apalagi bank daerah yang membawa nama baik pemerintah provinsi.

Potensi Penurunan Kepercayaan Publik
Ketiga, aspek yang paling rawan adalah penurunan kepercayaan publik. Keterlambatan OJK dalam menetapkan hasil fit and proper test tanpa penjelasan resmi menimbulkan spekulasi. Publik bisa bertanya-tanya: apakah ada tarik-menarik kepentingan di balik layar? Apakah terdapat masalah integritas yang belum disampaikan? Atau sekadar kelalaian administratif di OJK?

READ  Kompetisi BioChem Unwira Kupang Tingkatkan Minat Sains Siswa SMA

Tanpa komunikasi yang jelas, publik akan mengisi kekosongan informasi dengan spekulasi. Hal ini berbahaya, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan sangat rapuh. Sekali ada kesan bahwa proses seleksi direksi dan komisaris Bank NTT tidak transparan, maka legitimasi manajemen bank pun bisa goyah.

Citra dan Kredibilitas OJK yang Dipertaruhkan
Keempat, keterlambatan ini bukan hanya masalah bagi Bank NTT, tetapi juga menyangkut citra dan kredibilitas OJK. Sebagai lembaga pengawas perbankan, OJK dituntut konsisten dalam menegakkan aturan. POJK 27/2016 secara tegas menyebut batas waktu 30 hari kerja. Jika OJK sendiri tidak konsisten dengan aturannya, bagaimana mungkin publik percaya pada wibawa pengawasan perbankan di Indonesia?

Dalam literatur tata kelola, seperti Peraturan OJK No.17/2023, tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum, prinsip utama good governance adalah transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran. Prinsip-prinsip inilah yang harus dijunjung tinggi OJK. Tanpa penjelasan resmi, OJK berpotensi dianggap abai terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Rekomendasi Jalan Keluar
Situasi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Kepada OJK
    o Segera umumkan hasil fit and proper test calon direksi dan komisaris Bank NTT, sesuai kewajiban regulasi.
    o Jika memang terdapat hambatan teknis atau pertimbangan tertentu yang membuat proses lebih panjang, sampaikan penjelasan resmi kepada publik. Transparansi adalah kunci menjaga kepercayaan.
  2. Kepada Pemegang Saham Pengendali (Pemprov NTT)
    o Pemprov NTT sebagai pemilik saham mayoritas harus proaktif bersurat kepada OJK Pusat, tidak hanya mengandalkan komunikasi informal dengan OJK daerah.
    o Pemprov juga perlu menyampaikan informasi secara terbuka kepada DPRD dan masyarakat, agar tidak menimbulkan spekulasi yang merugikan bank.
  3. Kepada DPRD NTT
    o DPRD perlu mengoptimalkan fungsi pengawasannya dengan meminta laporan resmi dari Pemprov mengenai perkembangan komunikasi dengan OJK.
    o DPRD juga bisa mendorong agar proses ini tidak lagi ditarik ke ranah politik, tetapi tetap berada dalam kerangka good corporate governance.
READ  Lautan Mahasiswa Baru UKSW Diterima di Salatiga

Kasus keterlambatan fit and proper test Bank NTT ini memberi pelajaran penting: bahwa kepastian hukum dan tata kelola bukan sekadar aturan tertulis, tetapi menyangkut stabilitas manajemen dan kepercayaan publik. Bank NTT adalah milik masyarakat NTT, dan setiap proses di dalamnya harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.

OJK, Pemprov NTT, dan DPRD memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan proses ini segera tuntas. Keputusan bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyangkut kepercayaan publik pada bank daerah yang menjadi kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Timur.

Kita tidak bisa membiarkan ketidakpastian ini berlarut-larut. Waktu sudah lewat dari tenggat regulasi. Kini saatnya semua pihak bergerak cepat dan bertanggung jawab, agar Bank NTT tetap kokoh berdiri sebagai pilar pembangunan ekonomi daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *