Akankah Relasi Israel Hamas Kian Panas Mencapai Kulminasi Merisaukan?

Ilustrasi perang (pixabay)

Catatan Pius Rengka

Tulisan berikut dihimpun dari berbagai sumber. Termasuk berita yang disiarkan kantor berita Reuters, media online dan televisi dalam dan luar negeri. Maksudnya, agar kita di sini melihat peristiwa Israel Hamas dengan pikiran jernih dan kearifan orang baik. Sikap Indonesia, melalui seruan Presiden Jokowi, konsisten sesuai politik luar negeri bebas aktif. Tulisan dirajut dengan seutas benang perbandingan konflik yang nyaris serupa dengan konflik Hutu Tutsi di Afrika Timur dan konflik berdarah di Timor Leste. Satu hal telah pasti. Konflik Israel Hamas bukanlah konflik agama. Media online detakpasifik.com menawarkan tulisan ini ke meja hidangan pembaca sebagai jamuan tepi dari selatan negeri terperi. Selamat membaca.

Memasuki pekan kedua konflik Israel Hamas sejak serangan mendadak 7 Oktober 2023, problem relasi Israel Hamas kian mencekam hingga titik didih paling merisaukan. Korban manusia dan fasilitas publik berjatuhan. Kabut konflik pun kian pekat. Belum tampak secercah pijar terang harapan menuju titian jalan perdamaian. Masuk akal jika ditanya, akankah relasi Israel Hamas kian panas mencapai titik kulminasi merisaukan?

Dikhawatirkan, perang akan meluas di kawasan karena melibatkan banyak negara pro dan kontra krisis Israel Hamas. Senin, 16 Oktober 2023, pemimpin kantor diaspora Hamas di Doha, Khaled Meshal, mengatakan, kelompoknya memiliki apa yang dibutuhkan untuk membebaskan semua warga Palestina di penjara-penjara Israel.

Substansi pernyataan ini, amat sangat terang benderang menjelaskan bakal apa yang terjadi. Ucapan Khaled, bernuansa provokatif. Karena, kelompok militan cenderung menggunakan warga Israel dan non-Israel sebagai instrumen dadu salju permainan pertajam konflik berdarah. Warga Israel yang diculik Hamas dipakai sebagai jaminan bagi pembebasan tahanan Palestina.

Segera setelah pejabat Hamas Khaled Mashal membuat pernyataan mengenai tawanan, termasuk warga Israel dan non-Israel yang diculik Hamas 7 Oktober 2023, sayap bersenjata Hamas, Abu Obeida, mengatakan, warga non Israel adalah tamu yang akan dibebaskan bila keadaan memungkinkan.

Keadaan memungkinkan macam apa kiranya yang dimaksud Abu Obeida? Akal sehat kita menemukan semacam makna ucapan itu di satu jalan keras yaitu pembantaian balas dendam.

Orang-orang bersenjata Hamas menyandera sejumlah orang setelah mengamuk di komunitas dan pangkalan militer Israel Selatan. Amukan orang-orang bersenjata itu menewaskan lebih dari 1.300 orang. Tetapi, militer Israel menyebutkan sebaliknya. Kelompok itu menyandera 199 orang di Gaza. Hamas mengoreksi keterangannya dengan mengatakan mereka memiliki antara 200 dan 250 orang.

Perihal tukar tawar tawanan merupakan replikasi biasa dalam konflik berdarah di kawasan itu sejak tahun 2011 ketika Israel menukar ratusan tahanan Palestina demi pembebasan satu tentara Israel, Gilad Shalit, yang telah ditahan lima tahun. Bagi rakyat Israel, pertukaran tawanan itu tidak setara dari aspek jumlah tawanan.

Simpang siur data informasi adalah lumrah dalam konflik berdarah di mana pun itu mungkin terjadi di semua wilayah konflik berdarah sebagaimana konflik Timor Timur dan Hutu Tutsi di Afrika. Konflik Israel Hamas serta konflik etnis Hutu Tutsi di Afrika merupakan konflik tersendiri yang memiliki konteks sejarah, politik, dan sosial yang unik. Beberapa perbedaan utama dan poin perbandingan, misalnya, lokasi geografis konflik.

Konflik Israel-Hamas terjadi di Timur Tengah, fokus di wilayah Palestina yang dituding diduduki Israel, khususnya Jalur Gaza dan Tepi Barat. Konflik Tutsi-Hutu mengacu pada peristiwa prahara Rwanda, sebuah negara jauh di Afrika Timur.

Konflik Israel-Hamas berdimensi etnis, agama, dan nasional yang signifikan. Melibatkan warga Israel dan Palestina. Mereka telah lama berselisih mengenai tanah, kedaulatan, dan identitas. Konflik Tutsi-Hutu di Rwanda pada dasarnya konflik etnis antara populasi Tutsi dan Hutu, dengan sejarah ketegangan dan kekerasan antara kedua kelompok.

Konflik Israel-Hamas berakar pada konflik Israel-Palestina yang dimulai pertengahan abad ke-20. Ini melibatkan persaingan aspirasi nasional dan pendudukan Israel di wilayah Palestina. Konflik Tutsi-Hutu di Rwanda berakar pada sejarah kolonialisme, perpecahan sosial, dan ketegangan etnis.

Konflik Israel-Hamas ditandai dengan perselisihan mengenai wilayah, perbatasan, dan kenegaraan. Konflik Tutsi-Hutu di Rwanda dipicu oleh ketegangan etnis dalam sejarah dan, khususnya, genosida tahun 1994, yang mengakibatkan banyak korban harta dan jiwa.

Ketegangan yang ditimbulkan konflik itu pun mengundang keterlibatan internasional. Baik konflik Israel Hamas maupun konflik Tutsi Hutu di Afrika, kedua konflik melibatkan campur tangan internasional, meski sifat keterlibatannya relatif berbeda.

Konflik Israel-Hamas dipengaruhi berbagai aktor internasional, dengan inisiatif perdamaian dan negosiasi yang melibatkan Amerika Serikat, PBB, dan para pemain regional. Konflik Tutsi-Hutu juga keterlibatan internasional, termasuk PBB, terutama setelah genosida, dalam upaya menstabilkan negara.

Skala dan dampak konflik-konflik ini pun berbeda-beda. Genosida di Rwanda tahun 1994 mengakibatkan hilangnya banyak nyawa, dengan ratusan ribu orang terbunuh. Konflik Israel-Hamas, meski diwarnai periode kekerasan, belum mencapai tingkat kehancuran yang sama dalam hal jumlah korban jiwa. Entahlah mungkin yang terjadi nanti.

Tentu saja, kita tidak berharap korban berjatuhan lebih banyak lagi. Jalan damai yang ditawarkan intelektual kesohor kelahiran Haifa, Yuval Noah Harari dalam wawancara dengan saluran TV CNN Inggris belum lama berselang patutlah dirujuk. Kata Yuval, diperlukan semangat yang sama pada kedua belah pihak. Saling memaafkan, meski tidak wajib melupakan. Tetapi apakah tawaran itu niscaya?

Penting pula dicatat, konflik Israel Hamas maupun konflik Tutsi Hutu ditandai rantai tragedi, penderitaan, dan dinamika yang kompleks. Meski asal muasal konflik di dua kawasan itu berbeda asal usul, penyebab, dan implikasinya. Implikasi yang segera muncul ialah krisis kesehatan dan ekonomi di kawasan, serentak berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dunia.

READ  Peta Baru Konflik Israel Hamas 2025

Sementara itu, konflik di Timor Timur, meski berakar pada isu relatif similar, karena konflik di Timor Timur (Timor-Leste) adalah cerita panjang perjuangan rakyatnya untuk kemerdekaan dan kedaulatan.

Timor Timur bekas jajahan Portugal berabad-abad (4,5 abad). Tahun 1975, Portugal mengalami perubahan pemerintahan yang tidak stabil, yang memicu perdebatan tentang masa depan Timor Timur. Lalu, Desember 1975, beberapa minggu setelah deklarasi kemerdekaan sementara Timor Timur oleh para pemimpin pro-kemerdekaan, Indonesia meluncurkan mesin invasi militer ke Timor Timur. Dalam invasi ini, banyak orang tewas. Indonesia menduduki wilayah tersebut.

Selama 24 tahun, Timor Timur berada di bawah pendudukan militer Indonesia. Selama periode ini, pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan, dan tekanan politik terhadap penduduk Timor Timur meluas.

Meskipun menghadapi tekanan yang besar, kelompok perlawanan Timor Timur, termasuk Fretilin, terus berjuang untuk kemerdekaan. Konflik bersenjata berlangsung dua dekade. Tahun 1999, di bawah tekanan internasional, Indonesia setuju referendum di Timor Timur untuk menentukan status politik wilayah tersebut.

Hasilnya, Agustus 1999 mayoritas penduduk mendukung kemerdekaan. Akibatnya, pasukan Indonesia ditarik dan pembentukan PBB-UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor) membantu transisi menuju kemerdekaan.

Pada 20 Mei 2002, Timor Timur resmi mendeklarasikan kemerdekaannya menjadi Republik Demokratik Timor-Leste. Konflik berdarah berakhir dan perjalanan bangsa ini dimulai menuju pembangunan negara yang independen.

Selama perjalanan sejarahnya, Timor Timur mengalami banyak penderitaan dan kerugian akibat konflik dan pendudukan. Tetapi, perjuangan rakyat Timor Timur membuahkan hasil pembentukan negara yang merdeka. Sejak itu, Timor-Leste telah bekerja untuk membangun negara yang stabil dan berdaulat. Tetapi imbas kemerdekaannya mengena ke Timor Barat dan sekitarnya.

Memahami Israel Hamas

Hamas adalah sebuah organisasi Palestina. Hamas sebagai kelompok perlawanan terhadap Israel. Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiyya). Dalam bahasa Arab berarti “Gerakan Perlawanan Islam”. Hamas didirikan pada 1987 selama Intifadah Pertama, yang merupakan gelombang protes dan perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel.

Sejarah Hamas dimulai sebagai gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Organisasi ini memiliki akar ideologis Islam sangat pekat yang mempromosikan perlawanan bersenjata sebagai cara mencapai tujuannya. Tujuan utama Hamas, mendirikan negara Palestina merdeka dan berdaulat.

Akibatnya, selama beberapa dekade, Hamas berperang melawan Israel. Mereka terlibat dalam serangkaian konflik, termasuk Perang Gaza 2008-2009, 2012, dan 2014. Sebagian pihak menganggap Hamas sebagai gerakan perlawanan, sedangkan pihak lain, termasuk Israel dan beberapa negara Barat, mengklasifikasikannya sebagai organisasi teroris. Mengapa? Karena mereka melancarkan serangan terhadap warga sipil dan tujuan terorisme lainnya.

Arab Saudi, Amerika dan negara lain di Eropa menyebut Hamas sebagai kelompok teroris yang paling berbahaya. Halnya berbeda dengan Fatah di Tepi Barat, Palestina. Fatah di Tepi Barat memilih jalan diplomasi untuk menangani konflik politik Israel Palestina. Tokoh terkenal ialah mendiang Yasser Arafat yang menggelorakan gerakan Palestine Liberation Organisation (PLO) yaitu organisasi pembebasan Palestina yang dibentuk 28 Mei 1964.

Namun, Hamas memenangkan pemilihan legislatif Palestina pada 2006, yang mengarah pada pembagian pemerintahan antara Hamas di Jalur Gaza dan Fatah di Tepi Barat. Perselisihan antara kedua kelompok ini pun telah berlangsung bertahun-tahun, sejak era Yasser Arafat.

Hamas memainkan peran penting dalam dinamika politik dan militer di wilayah tersebut, dan terus menjadi subjek perdebatan dan ketegangan internasional hingga kini justru karena mengglorifikasi metode diplomasi pedang berdarah. Persis sama ISIS dan rezim Nazi di Jerman.

Sejak saat itu hubungan Hamas dengan negara-negara non-Israel sangat bervariasi. Tergantung negara dan situasi tertentu. Beberapa negara di dunia Arab dan Muslim, memiliki hubungan yang mesra dengan Hamas, seperti Surya, Iran, Qatar, Turki dan Libanon. Sementara negara-negara Barat memandang Hamas sebagai organisasi teroris dan menghindari kontak resmi dengan mereka karena metode diplomasi yang dipilih melalui jalur kekerasan dan teror ke masyarakat sipil.

Sebaliknya Iran, Qatar, dan Turki, telah mempertimbangkan Hamas sebagai kelompok yang mendukung perjuangan Palestina dan karenanya telah memberikan dukungan politik, keuangan, dan logistik kepada mereka.

Iran, misalnya, memberikan dukungan militer dan finansial kepada Hamas. Qatar juga memberikan bantuan keuangan kepada Gaza dan berhubungan amat dekat dengan Hamas bahkan beberapa ideologi sempalannya menyusup ke tanah air yang terbukti munculnya teror dan bom bunuh diri. Turki memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Hamas daripada banyak negara Barat.

Mayoritas negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, menganggap Hamas organisasi teroris. Mereka menilai serangan terhadap warga sipil dan perlawanan bersenjata yang dilancarkan Hamas sebagai tindakan yang tidak dapat diterima oleh peradaban manusia. Karenanya, negara-negara Barat memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Hamas. Tetapi, upaya diplomatik berkelanjutan untuk mencari dan menemukan solusi damai dalam konflik Israel-Palestina, tidak pernah kunjung sepi juga.

PBB dan beberapa lembaga internasional berperan penting menangani hubungan dengan Hamas. PBB berupaya memediasi konflik Israel-Palestina dan mengoordinasikan bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Meskipun Hamas tidak diakui sebagai subjek hukum dalam hubungannya dengan PBB, tetapi toh PBB terus berusaha mengatasi masalah kemanusiaan di Gaza atas nama humanisme universal.

READ  Peta Baru Konflik Israel Hamas 2025

Beberapa upaya perdamaian dan mediasi melibatkan negara-negara non-Israel dalam rangka menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Mesir dan Qatar telah berupaya menjadi mediator antara Hamas dan Israel dalam usaha mencapai gencatan senjata dan kesepakatan damai. Tetapi macet dan gagal.

Isu gerakan

Gerakan Hamas tersebab berbagai inspirasi. Antara lain isu politik, agama, dan sejarah yang terkait konflik Israel-Palestina. Inspirasi Hamas dalam konteks politik adalah ketidakpuasan terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat dan Gaza. Hamas muncul sebagai respons terhadap situasi tersebut. Mereka memandang perlawanan bersenjata adalah cara efektif untuk mencapai kemerdekaan Palestina dan mendirikan negara Palestina yang merdeka. Mereka keliru.

Hamas adalah organisasi yang sangat dipengaruhi oleh ideologi Islam garis keras (hardliners). Mereka menilai konflik dengan Israel sebagai konflik agama dan berkeyakinan. Palestina adalah tanah suci bagi umat Islam. Dalam visi mereka, Islam adalah bagian integral dari perjuangan melawan pendudukan Israel. Mereka gemar membelokkan isu demi kepentingan perjuangannya.

Hamas juga merujuk pada sejarah Palestina, terutama pada periode awal abad ke-20 ketika konflik Israel-Palestina mulai muncul. Mereka merujuk pada peristiwa-peristiwa seperti eksodus Palestina (Nakba) tahun 1948 sebagai landasan sejarah konflik dan keinginan untuk mengembalikan hak dan tanah Palestina.

Hamas muncul sebagai bagian dari upaya rakyat Palestina melawan apa yang dilihat sebagai ketidakadilan dan penindasan Israel. Inspirasi ini berkaitan dengan perasaan nasionalisme Palestina dan hasrat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. Tetapi, hingga kini, perspektif tentang Hamas sangat bervariasi. Ada berbagai pendapat kritis terhadap metode perlawanan bersenjata yang digunakan Hamas. Dalam terang perdamaian dunia, jalan tumpah darah adalah haram.

Tokoh paling berpengaruh di Hamas adalah Khaled Mashal. Khaled Mashal adalah seorang pemimpin senior Hamas yang memainkan peran penting dalam pengembangan dan pengelolaan organisasi ini. Mashal adalah warga negara Palestina. Dia sebelumnya tinggal di Damaskus, Suriah, sebelum perang saudara di Suriah pada 2011. Dia telah menjadi wajah Hamas dalam hubungan internasional dan telah terlibat dalam negosiasi dengan berbagai pihak. Ia bebas bernyanyi di tepi luar Gaza, sambil meninjau dari jauh lautan darah di Palestina khususnya Jalur Gaza.

Afiliasinya dengan negara-negara pro-Hamas adalah kompleks. Sebelum perang saudara Suriah, Mashal dan banyak anggota Hamas mendapatkan dukungan dari pemerintah Suriah dan Iran. Iran memberikan dukungan finansial dan militer. Setelah perang saudara Suriah, hubungan antara Hamas dan Suriah merenggang, karena Hamas tidak mendukung rezim Suriah yang berperang melawan pemberontak. Sejak itu, Hamas mencari dukungan dari Qatar dan Turki. Qatar dan Turki memberikan bantuan finansial kepada Gaza dan menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Hamas.

Namun, hubungan Hamas dengan berbagai negara pro-Hamas dapat berubah seiring waktu dan berdasarkan perubahan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Hamas mendapatkan bantuan senjata dan logistik perang dari beberapa sumber yang berbeda. Salah satu sumber utama bantuan adalah Iran.

Iran telah lama memberikan dukungan finansial, logistik, dan senjata sebagai bagian dari dukungannya terhadap perjuangan Palestina melawan Israel. Bantuan finansial dan logistik dari negara-negara tetangga ini telah digunakan untuk mendukung aktivitas Hamas di Gaza. Artinya, mereka ikut menyetujui metode tumpah berdarah-darah dalam relasi diplomasi politik Israel Hamas. Akibat bantuan tersebut, Hamas memiliki kemampuan memproduksi senjata sendiri, termasuk roket dan rudal di dalam Jalur Gaza.

Seturut versi Hamas, Israel tidak memberikan bantuan apa pun atau nihil suplai logistik untuk kelangsungan hidup warga di Jalur Gaza. Sebaliknya, Israel menganggap Hamas organisasi teroris yang menghalangi akses warga sipil di Jalur Gaza. Hamas bahkan berupaya mengendalikan akses warga Jalur Gaza ke sumber daya kehidupan warga sipil atas nama kepentingan ideologi politik Hamas.

Israel dituding telah menerapkan blokade ekonomi Gaza sebagai tindakan keamanan, yang telah mempengaruhi ekonomi dan kehidupan warga sipil sehari-hari penduduk Gaza. Padahal sejatinya, Israel menyalurkan bantuan kemanusiaan yang ditandai ketika Israel membuka gerbang Gaza demi memudahkan akses penduduk Jalur Gaza untuk kepentingan warga Palestina ke sejumlah kota di Israel.

Namun, kebijakan Israel ini malahan dipakai Hamas untuk melakukan serial infiltrasi. Hamas menyusup ke berbagai pemukiman warga Israel dan melakukan teror hingga pembunuhan bahkan meluluhlantakkan pesta kultural tahunan warga Israel, tak jauh dari tembok perbatasan seperti kejadian 7 Oktober 2023.

Ribuan roket dilontarkan ke pusat-pusat pemukiman sipil yang dilancarkan dengan motif memusnahkan komunitas Israel persis sama dengan misi Holocaust rezim Nazi Hitler di Jerman pada periode Perang Dunia ke II. Pesta keagamaan bubar, warga sipil pun (termasuk kanak-kanak dan orang tua) ditangkap diringkus lalu ditawan sebagai jaminan untuk menekan Israel.

Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel meruak. Ia menyerukan agar semua warga sipil di Jalur Gaza segera keluar, karena Israel akan membuat perhitungan serius dengan Hamas. Tetapi seruan itu disambut Hamas dengan menembak warga sipil sendiri di Jalur Gaza sambil menyiarluaskan ceritera dan narasi bahwa semua kejadian itu adalah ulah tentara Israel. Memang benar Israel membombardir sejumlah gedung dan tempat persembunyian Hamas, sebagai peringatan keseriusan Israel atas ulah Hamas di Jalur Gaza dan warga sipil di Israel.

Hamas diketahui menggunakan metode berhuni di pemukiman penduduk sipil sambil mengirim aneka rudal dari rumah-rumah penduduk sipil, karena penduduk sipil itulah yang dipakai sebagai tameng. Metode lain ialah refabrikasi sejumlah gambar, kabar dan narasi lama ditambah bumbu peristiwa baru yang dikirim melalui ratusan media sosial demi memberi pesan dan kesan tunggal bahwa Israel jahat dan karenanya pantas dimusnahkan.

READ  Peta Baru Konflik Israel Hamas 2025

Politik yang menjadikan masyarakat sipil sebagai tameng dan masifikasi kampanye media dengan memproduksi narasi dan glorifikasi kekerasan dikirim ke seluruh penjuru dunia tampaknya berhasil dengan satu maksud tunggal bahwa Israel jahat dan karena itu pantas dimusnahkan.

Kampanye ini nyaris sempurna berhasil andaikan banyak pembaca buta tuli informasi. Tetapi, siaran berita berimbang mulai muncul ketika Israel menyebarkan cerita fakta dan data yang dikirim secara bergelombang ke berbagai media. Bahkan ceritera para relawan tanpa koordinasi berkisah bagaimana indahnya dan romantisnya bertamasya ke tanah suci di beberapa destinasi wisata di Israel, walaupun mereka belum memperoleh informasi seruan Menteri Pariwisata Israel belum lama berselang yang melarang warga asing untuk sementara tidak bertamasya ke negeri itu.

Jalur Gaza adalah wilayah yang memiliki populasi yang sangat beragam dari berbagai suku dan etnik. Meskipun mayoritas penduduknya adalah Arab Palestina, terdapat beberapa komunitas etnis yang lebih kecil. Arab Palestina adalah kelompok mayoritas di Jalur Gaza, yang mayoritas Arab Palestina dan memiliki latar belakang budaya dan sejarah Palestina. Beberapa kelompok Muslim dan Kristen yang tinggal di Gaza adalah bagian dari populasi Arab Palestina, tetapi memiliki agama yang berbeda.

Jalur Gaza menjadi rumah bagi banyak pengungsi Palestina yang melarikan diri selama Perang Arab-Israel tahun 1948, yang dikenal sebagai Nakba. Mereka keturunan dari pengungsi yang berasal dari berbagai wilayah Palestina yang sekarang menjadi bagian dari Israel.

Kecuali itu, ada beberapa minoritas etnis dan suku yaitu suku Bedouin, Mesir, dan orang-orang dari berbagai latar belakang etnis lainnya telah tinggal di wilayah ini berabad-abad. Dengan kata lain, Gaza memiliki populasi beragam dari segi etnis dan budaya, tetapi mayoritas penduduknya Arab Palestina.

Metode jihad Hamas melawan Israel antara lain perlawanan bersenjata, yang mencakup penggunaan rudal dan mortir menyerang Israel. Mereka juga telah melaksanakan serangan terorisme seperti pengeboman bunuh diri dan serangan lainnya di wilayah Israel. Hamas juga terlibat dalam perang gerilya, termasuk operasi yang melibatkan peledakan terowongan di bawah perbatasan Israel untuk melancarkan serangan terhadap militer Israel.

Mereka juga telah melakukan serangan penyusupan dan serangan perbatasan. Penggunaan metode perlawanan bersenjata oleh Hamas telah menjadi subjek perdebatan dan kontroversi internasional, karena serangan tersebut seringkali menargetkan warga sipil dan dapat menyebabkan kerusakan dan penderitaan di antara penduduk Gaza dan Israel.

Metode bunuh diri pun diterapkan kelompok Hamas. Seorang wanita nan jelita bernama Fatima Omar Mahmood al-Najar dengan rela melakukannya atas nama perjuangan. Detonator tak hanya dikendalikan dirinya sendiri, tetapi juga diatur dari kaum garis keras Hamas. Dia melakukan serangan bunuh diri pada tahun 1993, pada awal Intifada Ketiga di Israel dan wilayah pendudukan Palestina.

Fatima Omar Mahmood al-Najar meledakkan dirinya di sebuah pos militer Israel di wilayah Rafah di Jalur Gaza bulan April 1993. Aksi tersebut menjadi salah satu serangan bom bunuh diri pertama yang dilakukan oleh Hamas dalam konflik Israel-Palestina.

Motivasi yang mendorong Fatima melakukan serangan bom bunuh diri menurut sebaran informasi resmi tersebab konflik Israel Palestina. Pada saat itu, konflik Israel-Palestina telah berlangsung beberapa dekade. Banyak rakyat Palestina yang mengalami penderitaan akibat pendudukan Israel dan ketidakstabilan wilayah tersebut. Ketidakpuasan terhadap situasi inilah mungkin telah menjadi pendorong untuk tindakan tersebut.

Fatima Omar Mahmood al-Najar telah termotivasi indoktrinasi pandangan politik dan perjuangan Palestina merdeka. Juga faktor pribadi, seperti kesengsaraan atau trauma yang dialaminya atau keluarganya sebagai akibat konflik, memainkan peran dalam keputusannya.

Setiap kasus serangan bom bunuh diri adalah unik. Motivasi individu bervariasi. Terlepas dari latar belakang motivasi, serangan bom bunuh diri selalu dikhawatirkan karena mengakibatkan korban jiwa yang tidak bersalah dan menimbulkan lebih banyak ketidakstabilan dalam konflik.

Hal bunuh diri itu pun tiba di negeri jauh di negeri nyiur melambai-lambai Indonesia beberapa waktu silam. Setelah peristiwa Oktober di Israel, saya pun teringat peristiwa Oktober beberapa tahun silam di Bali, ketika bom meledak mematikan 250 dinyatakan gugur tanpa bersalah.

Sejarah bom diri sesungguhnya bukan pertama terjadi di Jalur Gaza. Pertama dilakukan Wafa Idris di Tepi Barat usai dia mencermati pidato Yasser Arafat yang dikenal pidato Mawar Merah. Wafa Idris, gadis sungguh jelita, berotak cemerlang. Mahasiswa cerdas tingkat akhir, meledakkan diri tak jauh dari toko serba ada di Tel Aviv. Dia dikenang sebagai mawar merah yang menaburkan wewangian maut di seluruh jazirah konflik Timur Tengah.

Setelah ditelusuri hingga relung paling sunyi sanubari hati, dan gemar mendengarkan betapa riuhnya suara sunyi nan sepi, akhirnya, saya tiba pada kesimpulan. Politik kekuasaan dan kekuasaan politik yang dijanjikan para pembual sakit jiwa, sesungguhnya tidak berguna juga.

Di musim politik seperti hari-hari ini, kita menanti dalam ketidakpastian. Setiap penantian selalu padanya membawa serta ketidakpastian. Terus terang, tidak ada seorang pun yang bisa bebas dalam masyarakat yang belum bebas. Untuk itulah, saya menyerukan CINTA. Omnia vincit amor et nos cedamus amori — cinta mengalahkan semua, marilah kita berserah pada CINTA.

Begitulah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *