Oleh: Redaksi
Di tengah dinamika politik lokal dan arah kebijakan pembangunan di Nusa Tenggara Timur yang terus bergeser, satu nama mencuat ke permukaan. Bukan di gelanggang politik, melainkan dari ruang sidang akademik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.
Adalah Pius Rengka, mantan anggota DPRD NTT, mantan staf khusus Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, sekaligus jurnalis senior yang telah lama malang-melintang di dunia pemikiran dan wacana publik. Pada Rabu, 1 Oktober 2025, Pius dinyatakan lulus dari Program Doktor Studi Pembangunan UKSW setelah berhasil mempertahankan disertasi yang membedah fenomena kepemimpinan transformasional dalam konteks NTT.
Disertasinya bertajuk “Kepemimpinan Transformasional: Analisis Perubahan Sosial Ekonomi dan Politik Kebijakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Masa Kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat”. Pius mengangkat pertanyaan mendasar: bagaimana wajah perubahan di NTT dibentuk atau tidak dibentuk oleh model kepemimpinan yang diusung gubernurnya.
“Setelah melalui proses akademik yang ketat dan mendalam, kami menyatakan Pius Rengka dinyatakan lulus,” ujar Prof. Daniel Kameo, Ph.D, promotor sekaligus Ketua Program Doktor Studi Pembangunan UKSW, dalam sidang promosi doktor yang digelar di lantai 5 Gedung Pascasarjana UKSW, Salatiga.
Membaca Ulang Relasi Kuasa
Pius bukan orang baru dalam perbincangan politik di NTT. Dengan latar belakang sebagai politisi dan jurnalis, ia menyelami tema disertasinya bukan sekadar sebagai objek studi, tapi juga sebagai lanskap yang telah lama ia amati, bahkan terlibat di dalamnya. “Saya telah menaruh perhatian terhadap isu kepemimpinan politik sejak 1977. Karena bagi saya, kepemimpinan selalu terkait erat dengan relasi kekuasaan,” ujar Pius dalam sesi presentasi disertasinya.
Ia tak hanya bicara soal teori, tetapi memeriksa bagaimana konsep kepemimpinan transformasional yang dikenalkan James MacGregor Burns itu benar-benar diterapkan atau justru mengalami deviasi dalam kebijakan publik di bawah pemerintahan Viktor Laiskodat.
“Fenomena kepemimpinan politik bukan hal baru. Bahkan telah menjadi perdebatan sejak era Great Man Theory dari Thomas Carlyle,” ujarnya, sambil menegaskan pentingnya pendekatan ilmiah dalam membedah dinamika politik lokal yang selama ini kerap hanya dipandang secara normatif atau pragmatis.
Tim Akademik yang Multidisipliner
Ujian disertasi Pius Rengka digelar secara tertutup dan dihadiri tim penguji internal dan eksternal. Ketua tim penguji adalah Prof. Daniel Kameo sendiri, didampingi oleh Dr. Titi Susilowati Prabowo dan Dr. Ir. Royke R. Siahainenia, M.Si. Sementara itu, dari pihak eksternal, hadir Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si, Ph.D, Guru Besar dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang.
Pius menempuh studi doktoralnya di bawah bimbingan Prof. Daniel Kameo sebagai promotor, dan dua co-promotor: Prof. Dr. Intiyas Utami, SE, M.Si, Ak., Rektor UKSW, serta Dr. Wilson Therik, MA, dosen Program Magister Studi Pembangunan.
Hadir pula dalam ujian tersebut sejumlah tokoh akademik dan undangan, termasuk Prof. Willy Toisuta, Ph.D, Guru Besar UKSW yang dikenal luas di bidang pengembangan pendidikan Indonesia Timur.
Bukan Akhir, Tapi Awal Tafsir Baru
Bagi sebagian orang, meraih gelar doktor bisa jadi merupakan puncak pencapaian akademik. Namun bagi Pius Rengka, itu justru membuka ruang tafsir baru. Ia menunjukkan bahwa dunia politik lokal seperti NTT tak bisa dilepaskan dari analisis struktural, budaya kepemimpinan, dan semangat transformasi yang tak pernah selesai.
Disertasi ini, jika dipublikasikan secara luas, berpotensi menjadi rujukan penting dalam memahami transformasi politik di kawasan timur Indonesia yang selama ini kerap luput dari radar kajian pembangunan nasional.
“Selamat kepada Dr. Pius Rengka. Ini adalah kontribusi penting untuk dunia akademik, dan terutama bagi pembangunan sosial-politik di NTT,” tutup Prof. Kameo.
Catatan redaksi: Artikel ini disunting dari pres rilis bagian Humas UKSW